Hingga hari ini masih banyak orang yang keliru dengan perbedaan wihara dan klenteng. Mereka menganggap jika kedua tempat ibadah memiliki fungsi dan tata cara peribadatan yang sama. Padahal, wihara dan kelenteng adalah dua jenis rumah ibadah dari agama yang berbeda.
Pada dasarnya, wihara merupakan rumah ibadah yang diperuntukkan bagi umat Buddha sedangkan kelenteng adalah rumah ibadah bagi tiga penganut agama (Tridharma) yaitu Konghucu, Taoisme dan juga Buddha. Agar tidak bingung lagi dalam membedakan keduanya, silahkan menyimak ulasan selengkapnya lewat tulisan.
Baca Juga: 10 Tempat Wisata Berastagi Terbaru yang Wajib Dikunjungi!
Perbedaan Secara Umum
Wihara dikhususkan sebagai tempat beribadah untuk umat beragama Buddha. Di Wihara sendiri memiliki waktu-waktu tertentu untuk melaksanakan kebaktian yang dipimpin langsung oleh para biksu. Dalam kegiatan kebaktian, biasanya pemeluk agama Buddha akan melakukan berbagai macam upacara.Tak hanya sebagai tempat ibadah, ternyata wihara juga memiliki fungsi sebagai pondokan atau tempat tinggal bagi para bhikkhu atau bhikkuni.
Pada awal mulanya, kelenteng digunakan sebagai tempat untuk penghormatan para leluhur ataupun dewa. Saat itu, kelenteng juga digunakan oleh marga tertentu saja. Namun, seiring berjalannya waktu, kelenteng pun mulai dikunjungi oleh warga Tionghoa dari beragam marga yang berbeda.
Di dalam kelenteng para pengunjung bisa menemukan tempat ibadah khusus untuk melakukan penghormatan oleh para sana keluarga masing-masing. Umumnya tempat penghormatan ini berada di bagian samping atau belakang kelenteng. Kelenteng juga menjadi tempat untuk mempelajari agama-agama leluhur seperti Konghucu, Taoisme dan juga Buddha.
Berbeda dengan wihara yang memiliki waktu tertentu untuk beribadah. Kelenteng sendiri pengunjung bisa datang kapan saja untuk melakukan sembahyang. Mereka pun bisa melakukan sembahyang tanpa adanya pemimpin ibadah.
Perbedaan Secara lebih Spesifik
Jika dilihat lebih dalam lagi, wihara dan kelenteng memiliki banyak perbedaan yang mencolok. Perbedaan tersebut bisa dilihat dari jumlah patung atau rupang. Kelenteng memiliki sangat banyak jumlah patung. Sedangkan di wihara hanya terdapat patung Buddha atau Dewi Kwan Im.
Di altar wihara hanya terdapat satu patung Buddha. Hal ini merupakan bagian dari aliran Threavada. Namun, jika terdapat tiga rupang di altar maka wihara tersebut menganut aliran Mahayana. Jika wihara hanya memiliki sedikit jumlah patung maka di kelenteng memiliki jumlah patung yang sangat banyak yaitu sekitar 81 rupang dan 18 arahat. Di antara patung-patung tersebut terdapat dewa rezeki, pengobatan, kebahagiaan, kesehatan bahkan dewa judi.
Selain jumlah patung, perbedaan wihara dan kelenteng juga dapat dilihat dari segi warnanya. Warna merah lebih didominasi pada bangunan kelenteng. Sedangkan di wihara, warna yang mendominasi pada bangunannya ialah warna krem dan juga putih. Selain itu, kelenteng juga biasanya terdapat ornament naga sedangkan di wihara tidak ada sama sekali.
Wihara dan klenteng di Masa Orde Baru
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa wihara merupakan rumah ibadah untuk penganut agama Buddha, sedangkan kelenteng adalah rumah ibadah untuk penganut Konghucu maupun Taosime. Namun, karena rata-rata pengunjung wihara dan kelenteng adalah etnis Tionghoa maka akan sulit bagi orang awam dalam membedakan kedua tempat ibadah. Maka wajar jika kelenteng dan wihara sering dianggap tempat ibadah yang sama.
Di masa G302 PKI di tahun 1965, perbedaan kelenteng dan wihara juga menjadi rancu. Saat itu, muncul larangan dari pemerintah Orde Baru yang melarang berbagai bentuk kegiatan yang berbau kebudayaan Tionghoa termasuk kepercayaan tradisional Tionghoa. Karena terancam ditutup maka banyak kelenteng yang kemudian mengubah namanya ke dalam bahasa Sanskerta menjadi wihara. Sejak saat itulah banyak orang awam mulai kesulitan dalam membedakan kedua tempat ibadah.
Namun, setelah masa Orde Baru berakhir yang kemudian digantikan ke era Orde Reformasi, banyak wihara yang kemudian mengganti namanya kembali. Banyak wihara yang mengembalikan identitasnya ke nama yang berbau Tionghoa. Para pemilik kelenteng pun lebih berani menyatakan bahwa tempat beribadah mereka adalah kelenteng dan bukan lagi sebagai wihara.
Tidak bisa dipungkiri jika mayoritas masyarakat tanah air memang masih kurang memahami perbedaan wihara dan kelenteng. Tidak heran pula jika banyak orang yang menganggap jika kedua tempat beribadah adalah milik penganut agama Buddha. Nah, oleh sebab itu, semoga lewat penjelasan dalam artikel, banyak masyarakat lebih paham lagi jika pada dasarnya wihara dan kelenteng adalah dua tempat ibadah yang berbeda.